BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Islam adalah
agama yang memiliki dua sumber hukum, yaitu Al-quran dan hadis. Namun ketika
suatu masalah tidak ditemukan dalam dua sumber tersebut, maka seorang muslim
dapat berijtihad. Hal itu lah yang membuat perbedaan pendapat dalam Islam,
karena manusia memiliki pola pikir yang berbeda-beda. Sehingga saat ini
terdapat beberapa aliran pemikiran atau teologi Islam.
Untuk itu di
sini akan dibahas salah satu cabang teologi Islam atau konsep tauhid dalam ilmu
kalam yaitu Syi’ah. Diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai aliran Syi’ah
ini, kita mengetahui secara jelas apa yang dimaksud Syi’ah. Mulai dari sejarah
sampai perkembangannya. Seiring berjalannya waktu, dalam perkembangan Syi’ah
mengalami perbedaan pendapat. Sehingga membuat kelompok ini terpecah menjadi
beberapa sekte.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Syi’ah?
2. Bagaimana Sejarah Aliran Syi’ah?
3. Bagaimana Pertumbuhan Aliran Syii’ah?
4.
Apa
saja Sekte-sekte dalam aliran Syi’ah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Syi’ah.
2. Untuk mempelajari sejarah Syi’ah.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan aliran
Syi’ah.
4.
Untuk
mengetahui beberapa sekte dalam Aliran Syi’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
Syi’ah*
A.
Pengertian
Syi’ah
Syi’ah
ialah golongan umat Islam yang terlampau mengagungkan keturunan-keturunan Nabi,
mereka mendahulukan keturunan Nabi, untuk menjadi khalifah. Syi’ah maknanya
ialah sahabat dan pengikut.[1]
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, kelompok. Yang berasal dari bahasa Arab,
kata jamaknya yaitu Syiya’un.[2]
Sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam
bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad
Saw. atau orang yang disebut ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk keagamaan
dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau pengikutnya.[3]
Menurut
Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan kepada para
pengikut Ali, pemipin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad Saw. Para
pengikut Ali pada waktu itu ialah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqad bin Al-Aswad, dan
Ammar bin Yasir. Pengertian bahasa dan terminologis di atas hanyalah merupakan
dasar yang membedakan antara Syi’ah dengan kelompok Islam lainnya.[4]
B.
Sejarah
Syi’ah
Kemunculan
syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli. Menurut
Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pada masa pemerintahan Usman bin Affan kemudian
tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan
menurut Watt, syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan Ali
dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang siffin.[5]
Golongan Syiah
berpendapat bahwa Ali adalah manusia yang utama berhak mendapat warisan
kedudukan sebagai khalifah. Oleh sebab itu ada orang yang berpendapat bahwa
golongan Syiah telah ada semenjak meninggalnya Rasulullah Saw. Syiah
berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Nabi Muhammad saw. setelah beliau
wafat adalah keluarganya (ahlul bait). Sedangkan ahlul bait yang mula-mula
berhak adalah Ali bin Abi Thalib (saudara sepupunya). Beliau juga sebagai
menantu Rasulullah saw.
Pada saat
terjadinya fitnah besar-besaran atas
terbunuhnya Usman, kedok kesektean pun terbongkar, sehingga kelompok orang
bergabung dibawah panji’Ali sedangkan kelompok yang lain mendukung Mua’wiyah.[6]
Para pendukung Ali segera membentengi,
bersatu menghadapi berbagai pertempuran. Sebagai akibat dari pertempuran Siffin
yang semakin melebar. Di antara mereka ada yang ke luar dari barisan Ali,
itulah kaum Khawarij. Sebaliknya ada pula pihak yang mendukung dan membela Ali.
Mereka itu lah benih-benih pertama dari aliran Syi’ah.[7] Walaupun
belum dikonfirmasikan bahwa istilah Syi’ah sudah diterapkan pada mereka sejak
saat itu.
Sementara itu
pihak lain begitu setia kepada Ali, karena berpendapat bahwa tak seorang pun
yang lebih berhak menjadi khalifah dibandingkan Ali.[8]
Syi’ah dan Khawarij, sama-sama merupakan
musuh Bani Umayyah yang dengan kejam memerangi mereka. Tidak diragukan lagi
bahwa pertempuran Karbala’ dan
terbunuhnya al-Husain (61 H) merupakan salah satu peristiwa politik dan
spiritual terbesar dalam islam, yang menyulut
kobaran api permusuhan di mana jiwa
para pendukung kaum Alawiyin sarat dengan dengki dan rasa dendam.
Banyak propaganda kaum Abbasiah yang dilakukan
di bawah lindungan kaum Alawiyin. Dalam rangka menghadapi pengejaran-pengejaran yang terjadi
terus-menerus ini, Syi’ah berpendapat bahwa mereka harus membentengi diri
dengan ajaran al-Taqiyyah. Mereka
mengadakan kontak dengan berbagai macam kebudayaan, mengambil apa yang perlu,
memasukan kedalam ajaran agama yang perlu mereka masukkan. Mereka mampu
mengumpulkan sejumlah ajaran dan
mendapat yang menjadi landasan
kepartaian dan kesektean. Mereka mampu menembus kelemahan Daulah Abbasiah
hingga mereka bisa memerintah. Mereka mendirikan negara-negara, baik di Timur
maupun Barat, yang sebagai puncak adalah Daulah Fatimah.
C.
Perkembangan
Aliran Syi’ah
Dalam
perjuangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al-bait di
hadapan dinasti Ammawiyyah dan Abbasiyah., Syi’ah juga
mengembangkan doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai
lima rukun iman, yaitu tauhid (kepercayaan pada keesaaan Allah), nubuwwah
(kepercayaan kepada kenabian), ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup
di akhirat), imamah (kapercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan
hak ahl al-bait), dan adil (keadilan Ilahi).[9]
Peranan orang
Syi’ah di mesir dengan berdirinya kerajaan Bani Fathimiyah (358-367 H/ 969-1171
M). tindasan yang dilakukan terhadap orang-orang Syi’ah sebagai lawan politik
Bani Umayah, hal itu diiikuti juga oleh khalifah Bani Abbasiyah.[10]
Karenanya, orang-orang Syi’ah melarikan diri ke daerah Afrika Utara, suatu
daerah yang cukup jauh dari Baghdad, pusat pemerintahan Bani Abbasiyah dan
kebetulan penduduknya membenci gubernur-gubernur yang membebabi pajak yang
berat.
Pada 288 H/901
M, tampil seorang tokoh Syi’ah Abu Abdillah as-Syi’i, yang tekun berpropaganda,
sehingga pengikut Syi’ah semakin bertambah.[11]
perkembangan tersebut diiringi kemenangan mereka atas Bani Aghlab di Tunisia.
Dengan kemenangannya Ubaidillah
al-Mahdi,diangkat sebagai khalifah , berkedudukan di kota al-Mahdiyah. Ia
beberapa kali gagal menaklukan Mesir, dia meninggal pada 323 H/935 M.
Al-Muiz
Lidinillah, putranya, berhasil menaklukan Mesir, di bawah panglima Jauhar,
tahun 358 H/969 M. Kabilah-kabilah Bar-bar, daulat Bani Idris di Magribil Aqsha
telah ditakhlukan juga, sehingga kekuasaan Bani Fathimiyah ini terbentang luas,
dari Tripolia Barat disebelah timur, sampai pesisir laut Atlantika di sebelah
barat dan Pulau Sicilia di Laut Tengah.
Mesir dijadika
pusat pengembangan paham Syi,ah. Doa-doa khotbah Jum’at semua mendoakan
khalifah Bani Abbasiyah, diganti dengan mendoakan khalifah al-Muiz Iidinillah.[12]
Pada tahun 359 H/970 M dibangun Masjid Jami’ al-Azhar yang dijadikan pusat
studi ilmu-ilmu keislaman, kebudayaan, sekaligus pusat pengembangan paham
Syi’ah. Di bulan Sya’ban tahun 362 H/973 M, khalifah al-Muiz sampai di
pelabuhan Iskandariyah, dan menjadikan Kairo sebagai kota pusat
pemerintahannya.
Khalifah al-Muiz
Ladinillah berusaha keras menyiarkan paham Syi’ah, dilakukan secara
berangsur-angsur, hingga hamper-hampir tidak terkesan dan tidak menimbulkan
amarah orang-orang Ahlus Sunnah yang merupakn paham terbesar yang diikuti
penduduk Mesir. Ditetapkannya Qadhi Ahlus Sunnah, disamping ditetapkannya Qadhi
Syi’ah.[13]
Akhirnya menjelang tahun 379 H/992 M, seluruh jabatan-jabatan penting di bidang
agama, politik, dan kemiliteran dipegang oleh orang-orang Maghribi yang Syi’ah
itu.
Waktu demi waktu
telah dilalui oleh aliran Syi’ah. Sehingga dalam sejarahnya kelompok ini akhirnya
terpecah menjadi beberapa sekte. Diantaranya yaitu Itsna Asyariyah,
Zaidiyah, dan Isma’iliyah.[14]
D.
Sekte-sekta
dalam aliran Syi’ah
1.
Syi’ah
Imamiyah atau Itsna Asyariyah
a.
Asal-usul
penyebutannya
Dinamakan syi’ah imamiyah karena yang menjadi dasar
akidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik, yakni Ali
berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya dalam memimpin, tetapi
juga karena ia telah ditunjuk nas dan pantas menjadi khalifah pewaris
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.[15]
Adapun Abu Bakar dan Umar, adalah orang-orang yang merampas hak Ali sebagai
pengganti Nabi Muhammad SAW.[16]
Syiah Imamiyah
adalah nama yang dititikberatkan pada pandngannya tentang imamah. Nama Syiah
Iman Dua Belas didiriakan atas bilangan iman yang mereka yakini brjumlah dua
belas orang imam.[17]
Adapun penerrima wasiat setelah Alibin Abi Thalib adalah keturunan dari garis
Fatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang telah
disepakati. Setelah itu Ali Zaenal Abidin, kemudian secara berturut-turut;
Muhammad Al-Baqir, Abdullah Ja’far Ash-Shadiq, Musa Al-kahzim, Ali Ar-rida,
Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan terakhir adalah Muhammad
Al-Mahdi sebagai imam kedua belas.
Demikianlah, mereka disebut dengan sebutan Syi’ah Itsna Asyariyah.[18]
Imam adalah
bersih (Ma’sum) dari kesalahan.
Ketentuannya tidak boleh ditolak, yang barang siapa memberontak terhadap Imam
boleh dibunuh.[19]
b.
Doktrin
dalam Syi’ah Imamiyah
1) Tauhid
2) Keadilan
3) Nubuwwah
4) Ma’ad
5)
Imamah
2.
Alirah
Zaidiyah
Disebut Zaidiyah
karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai Imam kelima. Kelompok ini
berbeda dengan Syi’ah sekte lainnya. Dari nama Zaid bin Ali inilah nama
Zaidiyah diambil. Abu Zahra menyatakan bahwa sekte ini merupakan sekte yang
paling dekat dengan Sunni.[20]
Mereka tidak membenarkan pengakuan sifat-sifat yang berlebih-lebihan atau
sifat-sifat khayalan, yang diberikan kepada Ali.[21]
Al-Zaidiah
adalah para pengikut Zaid (112-741) bin’Ali’ bin Al-Husain yang dikenal sebagai
pemberani, berilmu luas dan kuat berargumentasi. Keberaniannya ini
mengantarkannya menuju kematian dalam rangka membela dakwahnya.[22]
Mayoritas pengikut aliran Zaidiah mengatakan bahwa Allah SWT adalah sesuatu
yang tidak seperti sesuatu yang lain; tidak serupa dengan segala sesuatu yang
ada.[23]
Zaidiyah
mengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum Zaidiyah menolak pandangan yang
menyatakan bahwa seorang imam yang mewarisi kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.
telah ditentukan nama dan orangnya oleh Nabi, tetapi hanya ditentukan sifatnya
saja. Ini jelas berbeda dengan sekte Syi’ah lain yang percaya bahwa Nabi
Muhammad SAW. telah menunjuk Ali sebagai orang yang pantas menjabat sebagai
imam setelah Nabi wafat karena Ali memiliki sifat yang tidak dimiliki oleh
orang lain.[24]
3.
Syi’ah
Isma’iliyah
Yaitu yang
mengimamkan Isma’il bin Ja’far Ash Shadiq. Mereka mentakwilkan ajaran-ajaran
Islam, sekehendaknya saja, jauh dari kehendak Islam. Untuk pemimpin-pemimpin
dan kepala-kepala tidak ada kewajiban menjalankan upacara-upacara agama itu.
Mereka menganggap ahli-ahli falsafah sebagai Nabi.[25]
Syi’ah
Isma’iliyah juga disebut syi’ah Sab’iyah. Istlah Syi’ahh Sab’iyah memberikan
pengertian bahwa sekte ini hanya mengakuai tujuh Imam, yaitu Ali, Hasan, Husen,
Ali Zaenal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq dan Ismail bin Ja’far.
Itulah yang membuat sekte ini disebut dengan Syi’ah Sab’iyah.[26]
Syiah Ismailiyah berkeyakinan bahwa imamah terjadi atas dasar nash dan
penunujukan, dan bahwa imam adalah ma’shum sehingga dengan demikian seorang
imam pasti bersih dari dosa dan cela.[27]
Tidak diragukan
lagi bahwa aliran Ismailiah merupakan sekte Syi’ah yang paling banyak melakukan
kajian. Mereka hendak memfilsafatkan ajaran-ajaran mereka. Kemudian mereka
memfilsafatkan ajaran-ajaran mereka bersamaan dengan semua akidah Islam. Mereka
memasukan pikiran-pikiran asinng antara Timur dan Barat yang mereka ketahui. [28]
Filsafat mereka
ada bahayanya, sebab tidak hanya berlaku di kalangan orang-orang tertentu saja
tetapi sampai juga ke tangan orang awam melalui jalur-jalur yang begitu rahasia
dan hendak didektekan kepada kaum muda sejak usia dini. Ini sebagian fisafat
yang bersifat merusak menimpakan
benih-benih jelek pada akidah Islam, mengakibatkan akidah Islam tertimpa
serentetan bencana. Mereka menafsirkan penciptaan dalam interpretasi filosofis yang
tidak sejalan dengan ke Mahakuasaan dan ke-Maha Agungan Allah SWT. Jelaslah bahwa kaum Ismailiah,
dalam hal ini, sependapat dengan para tokoh filosof illuminasi, yang karenanya
serangan dihantamkan kepada mereka semua secara bersama-sama. Mereka meyakini
bahwa Wahyu tidak terputus, karena Wahyu merupakan pancaran dari al-Natiq
kepada al-was-yu dan para imam.[29]
Ajaran Sab’iyah
pada dasarnyta sama dengan sekte lain. Perbedaannya terletak pada konsep
kemaksuman Imam. Bila dibandingkan dengan sekte Syi’ah lain, Sab’iyah sangat
ekstrim dalam menjelaskan kemaksuman imam. Kelompok ini berpendapat bahwa imam
walaupun kelihatannya melakukan kesalahan dan menyimpang dari syariat ia
tidaklah menyimpang karena mempunyai pengetahuan yang tidak dimliki oleh
manusia biasa.
Ada satu sekte
dalam Sab’iyah yang berpendapat bahwa Tuhan mengambil tempat dalam diri imam.
Oleh karena itu, imam harus disembah. Salah satu khalifah Dinasti Fatimiyah,
Al-Hakim bin amrillah, berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat Tuhan sehingga
ia memaksa rakyat untuk menyembahnya.[30]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Syi’ah dilihat
dari bahasa berarti pengikut, pendukung,
kelompok. Yang berasal dari bahasa Arab, kata jamaknya yaitu Syiya’un.
Sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang
spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad Saw.
atau orang yang disebut ahl al-bait.
Mengenai
sejarahnya ada perbedaan pendapat pada beberapa ulama. Ada yang mengatakan
bahwa Syi’ah muncul ketika Nabi Muhammad SAW. wafat. Dimana kelompok ini
berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Nabi Muhammad SAW. adalah Ali. Namun
yang harus kita garis bawahi yaitu kemunculan aliran Syi’ah yaitu ketika
terjadinya perang Siffin. Dimana Ali dan Mu’awiyah melakukan perdamaian. Namun
dalam perdamaian tersebut pihak Ali dirugikan, sehingga pengikut Ali ada yang
setuju dan ada pula yang tidak setuju dengan perdamaian tersebut. Kelompok yang
setuju dan tetap mengikuti Ali itulah yang kemudian dinamakan Aliran Syi’ah.
Dalam
perjuangannya, Syi’ah mengembangkan doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan
teologi, mereka mempunyai lima rukun iman, yaitu tauhid (kepercayaan
pada keesaaan Allah), nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian), ma’ad (kepercayaan
akan adanya hidup di akhirat), imamah (kapercayaan terhadap adanya
imamah yang merupakan hak ahl al-bait), dan adil (keadilan
Ilahi).
Sejarah mencatat
perjalanan aliran Syi’ah. Waktu dan perkembangan menimbulkan perbedaan
pendapat dalam aliran ini. Sehingga
dalam sejarahnya kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte.
Diantaranya yaitu Itsna Asyariyah, Zaidiyah, dan Isma’iliyah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Mu’in, M. Taib Thahir. 1966. Ilmu kalam. Jakarta: PT Bumirestu
A. Nasir, Sahilun. 2010. Pemikiran
kalam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. 2001. Ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia
Madhkour,
Ibrahim. 1995. Aliran dan Teori
Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Sudarsono. 2004. Filsafat islam. Jakarta: PT
Renika Cipta
*
Makalah dipresentasikan pada mata kuliah Ilmu Kalam pada hari Kamis, 26 April
2012 oleh kelompok 2/EI/E/II. STAIN
[1] M. Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu kalam,
(Jakarta: PT Bumirestu, 1966) hlm.
[2] Sahilun A. Nasir, pemikiran kalam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010), hlm. 72
[3]Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2001), hlm. 89
[4] Ibid., hlm. 89
[5] Ibid., hlm. 90
[6] Ibrahim Madkour,
Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 88
[7] Ibid., hlm. 89
[8] Ibid., hlm. 89
[9] Anwar, op., cit., hlm.92
[10] A. Nasir, op., cit., hlm. 102
[11] Ibid, hlm. 103
[12] Ibid, hlm. 103
[13] Ibid, hlm. 104
[14] Anwar, op., cit., hlm. 93
[15] Anwar, op., cit., hlm. 93
[16] Abdul Mu’in, op., cit., hlm.
[17] Sudarsono, Filsafat
islam, (Jakarta: Pt. Renika Cipta, 2004), hlm. 17
[18] Anwar, op., cit., hlm. 93
[19] Madhkour, op., cit., hlm. 92
[20] Anwar, op., cit., hlm. 101
[21] Abdul Mu’in, op., cit hlm.
[22] Madhkour, op., cit., hlm. 90
[23] Ibid, hlm. 91
[24] Anwar, op., cit., hlm. 101
[25] Abdul Mu’in, op., cit., hlm.
[26] Anwar, op., cit., hlm. 96
[27] Sudarsono, op., cit., hlm. 20
[28] Madhkour, op., cit., hlm. 98
[29] Ibid, hlm. 99
[30] Anwar, op., cit., hlm. 100
0 komentar:
Posting Komentar